Yogyakarta – Batik tak lagi hanya terbatas pada kain. Di tangan Toil, seorang seniman batik asal Yogyakarta, limbah kertas disulap menjadi karya seni bernilai tinggi. Melalui Batik Tobat, ia memperkenalkan batik berbasis kertas daur ulang yang kini semakin diminati, terutama oleh wisatawan yang menginap di homestay-homestay budaya di Kota Gudeg.
“Inovasi ini berangkat dari keprihatinan terhadap banyaknya limbah kertas yang terbuang. Saya melihat peluang untuk menjadikannya lebih bernilai dengan menerapkan teknik batik,” ujar Toil saat ditemui di kawasan Prawirotaman, Yogyakarta.
Batik kertas yang dikembangkan Toil melalui Batik Tobat tetap mempertahankan teknik tradisional batik tulis. Kertas yang digunakan diproses terlebih dahulu agar lebih kuat dan mampu menyerap lilin serta pewarna seperti halnya kain. Hasilnya, motif batik yang khas dapat diaplikasikan dalam berbagai bentuk, mulai dari kartu pos, sampul buku, hingga dekorasi dinding.
Diminati Wisatawan dan Jadi Daya Tarik Edukasi
Tidak hanya sekadar produk kreatif, Batik Tobat juga berkembang menjadi daya tarik wisata edukatif. Toil secara rutin mengadakan lokakarya membatik bagi wisatawan yang menginap di homestay di kawasan Kotagede dan Prawirotaman.
“Turis asing sangat antusias mencoba batik, tapi mereka sering kesulitan membawa pulang batik kain yang besar. Batik kertas menjadi solusi yang lebih praktis dan tetap memiliki nilai seni tinggi,” tambahnya.
Melalui lokakarya ini, wisatawan tidak hanya belajar membatik, tetapi juga memahami filosofi batik sebagai bagian dari budaya Indonesia. Model edukasi semacam ini juga menguntungkan bagi pelaku usaha homestay, karena memberikan pengalaman otentik bagi para tamu mereka.
Lebih Ekonomis dan Ramah Lingkungan
Dari segi ekonomi, batik berbasis kertas daur ulang juga dinilai lebih terjangkau dibanding batik kain. Toil menjelaskan bahwa bahan bakunya bisa didapat dengan harga murah atau bahkan gratis dari limbah percetakan dan perkantoran.
“Prosesnya lebih cepat dan biayanya lebih rendah dibanding batik kain, sehingga harga jualnya juga lebih terjangkau. Ini membuka peluang bagi banyak orang, termasuk seniman pemula dan pelaku UMKM, untuk terlibat dalam industri kreatif ini,” ujarnya.
Di tengah tren produk ramah lingkungan, batik kertas juga semakin mendapat tempat di pasar. Toil berharap inovasi ini bisa berkembang lebih luas dan menjadi bagian dari gerakan seni berkelanjutan.
“Ke depan, saya ingin lebih banyak anak muda yang tertarik dengan batik kertas, baik sebagai seni maupun sebagai peluang usaha. Dengan inovasi, kita bisa terus melestarikan batik tanpa harus meninggalkan tradisi,” pungkasnya.
Dengan semangat inovasi dan kepedulian lingkungan, Batik Tobat membuktikan bahwa seni batik tak terbatas pada kain semata. Dari limbah kertas, lahir karya-karya yang tidak hanya indah, tetapi juga membawa nilai keberlanjutan bagi masa depan.